Komunitas Sedekah Seribu Sehari, Nazar Sri Chandra Nurlaili untuk Pengidap Kanker dan Anak Terlantar

Hi Mom...

Tahu kan kalau kita bersedekah itu gak harus menunggu kita kaya raya, berlebih materi ya kan. Prinsip ini juga yang dikerjakan sama perempuan bernama Sri Chandra Nurlaili. 

"Sri Chandra Nurlaili.jpeg"
Kurang lebih delapan tahun yang lalu saat dia bahkan belum mapan secara ekonomi. Dia mengikhlaskan rumah jadi tempat tinggal anak-anak terlantar. Waktu itu dia sudah menikah dan punya anak, otomatis anak anak ini diasuh bersamaan dengan anak kandungnya.

Menurut perempuan Minang yang akrab disapa Ummi Iis, dia merasa hanya ibu rumah tangga biasa yang gak ada harta berlimpah tapi dia berani untuk mengasuh 12 orang anak asuh (saat ini).

Dia percaya semua yang dia kerjakan atas izin dan pertolongan Allah SWT. Bermodalkan ikhlas dan berani perempuan yang tinggal di kota Padang ini mulai membantu kaum duafa di sekitar tempat tinggalnya melalui Komunitas Sedekah Seribu Sehari (S3).

Nazar dan Kanker Payudara 

Sebelum ngomongin apa itu S3, saya pingin tahu apa pemicunya hingga perempuan kelahiran tahun 1984 ini membentuk Komunitas Sedekah Seribu Sehari.

Sebagai umat Muslim sudah sewajarnya membuat sebuah nazar atau janji kepada Allah SWT jika berhasil atau sembuh dari sakit misalnya akan melakukan sesuatu kebaikan yang lebih dari yang biasa dia lakukan.

Nah ternyata Ummi Iis ini pernah bernazar bila sehat dari kanker payudara yang dia idap dan bisa kembali beraktivitas akan mewakafkan hidupnya untuk kaum duafa yang mengidap kanker.

Sebelumnya kakak kandung Ummi Iis juga mengidap kanker payudara. Yang bikin beda kakaknya berobat di rumah sakit hingga akhirnya meninggal dunia, sedangkan dia memilih berobat nonmedis.

Dia memilih pengobatan nonmedis karena punya pengalaman yang pahit saat menemani kakaknya selama setahun berobat bolak balik di salah satu rumah sakit di Bukittinggi yang berjarak 75 km dari rumahnya. 

Kenapa ini jadi pengalaman pahit buatnya? Karena tidak punya sanak keluarga di Bukittinggi dan tidak punya uang untuk membayar penginapan, Jadilah Iis yang waktu itu masih belia tidur di emperan rumah sakit atau bahkan di mushala.

Belum lagi untuk makan, menahan lapar sudah jadi kebiasaannya saat itu apalagi dia  juga menahan sakit yang ternyata sama dengan penyakit kakaknya, kanker payudara. 

Untungnya banyak orang yang tidak dia kenal berbaik hati memberinya uang untuk makan. Tidak hanya itu selama menunggui kakaknya di rumah sakit,  banyak cerita-cerita sedih lainnya dari keluarga para penderita kanker ini.

Makanya selain gak mau berobat medis di rumah sakit,  dia bernazar meminta kesembuhan agar bisa membantu keluarga para penderita kanker yang tidak mampu dan sedang berjuang untuk sembuh.

Setelah sehat dia tahu gak bisa sembuh total, minimal sudah bisa beraktivitas dengan lancar dia sudah berbahagia. Sejak itu mulailah dia mencari cara membantu penderita kanker yang kurang mampu.

Impian dan usahanya sebetulnya gak muluk-muluk paling gak meringankan beban keluarga yang menunggui pasien di rumah sakit atau yang tinggal di rumah. Karena biarpun mereka memakai BPJS Kesehatan kan yang terbantu hanya pasien.

Sementara keluarga pasien yang kebanyakan hanya bekerja sebagai buruh yang dibayarnya harian tidak punya uang untuk cari penginapan dan makan saat menemani pasien. 

Kebayangkan apa yang harus dilakukan juga untuk keluarga yang ditinggal di rumah yang ternyata masih ada yang sekolah, kalau yang sakit adalah pencari nafkah di rumah itu.

Setelah hadirnya komunitas S3 September 2015, penyuka sambal jengkol balado dan bakso ini bisa mengumpulkan dana untuk pasien kanker atau keluarganya yang kesusahan. Bahkan senangnya nih mereka bisa mengirim pasien kanker berobat ke Jakarta, Ke Rumah Sakit Kanker Dharmais

"Sri Chandra Nurlaili dan suami.jpeg"
Apa itu Komunitas Sedekah Seribu Sehari (S3)?

Bagaimana caranya sedekah seribu sehari? itu pertanyaan yang saya tanyakan kepada  Ummi Iis ini lewat Whatsapp. 

Karena kebetulan kita tinggal lintas pulau, saya di Jakarta Ummi Iis di kota padang tepatnya di Jorong Jati Tunggal, Balai Okok Buo, Lintau Buo Tanah Datar Sumatera Barat. 

Awal gerakan ini namanya Peduli Kasih sampai akhirnya dapat jalan dan jalur untuk bikin komunitas Sedekah Seribu Sehari, wohoooo langsung di sambar dengan semangat pastinya.

Dulu sistemnya sederhana, mereka menyebarkan celengan ke lingkungan sekitar. Nanti kalau celengan sudah penuh masyarakat yang bisa disebut para donatur ini bisa mengantarkan atau menghubungi petugas di posko S3 untuk mengambil celengan tersebut.

Nantinya uang ini digunakan untuk membantu anak yatim, orang sakit atau untuk fakir miskin. Selain itu celengan bila sudah penuh, para donatur boleh juga untuk langsung memberikan kepada orang yang membutuhkan. Sesimple dan sesederhana itu.

Bantuan S3 semakin banyak

Tapi sekarang jangkauan donatur untuk S3 sudah lebih banyak karena melalui Kementerian sosial seperti yang bisa dilihat di kanal youtube mereka.

(Youtube S3 Lintau-Tanah Datar Sumbar)

Dari hanya sekadar (sebetulnya gak cuma sekadar sih ini buat saya ya) membantu pasien kanker yang tidak mampu, seiring berjalannya waktu kok rasanya sayang ya kalau hanya membantu pasien kanker, harusnya kan bisa membantu siapa saja.

Jadilah banyak kaum duafa disekitar tempat tinggalnya yang bisa mereka bantu. Waktu itu kebanyakan yang menerima bantuan adalah orang-orang yang sedang sakit, janda-janda miskin dan para jompo. Bantuannya berupa uang dan sembako

Kerja kerasnya pada tahun 2018 di apresiasi oleh gubernur Sumbar Irwan Prayitno dengan penghargaan sebagai Perempuan Inspiratif. Gak hanya itu ibu dari 4 orang anak ini masih di tahun yang sama diganjar penghargaan dari PT ASTRA International tbk. 

"Sri Chandra Nurlaili.jpeg"
Perempuan berhijab dan sesekali mengenakan niqab atau cadar ini ternyata tomboy loh, karena punya hobi touring dengan motor di pedalaman ini sempat kaget  ketika mendapat penghargaan Satu Indonesia Award (SIA) untuk tingkat provinsi di bidang kesehatan. 

Kaget campur senang karena dia merasa tidak pernah mendaftar lomba apapun tapi ternyata ada yang menghargai usahanya. Belakangan dia baru tahu kalau ada temannya yang mendaftarkan dirinya ke ASTRA.

Rumah Asuh

Penghargaan bertubi-tubi ini melecutnya untuk berbuat yang lebih baik lagi bagi masyarakat. makanya seperti gayung bersambut ketika ada sebuah yayasan menawarkan kerjasama untuk mendirikan rumah asuh bagi anak-anak terlantar.

Sayangnya setelah 3 bulan kerjasama ini berjalan dimana  pihak yayasan sempat mengontrakkan rumah untuk anak-anak terlantar yang dia cari, mereka menghilang bak ditelan bumi.

Ummi Iis yang hobi berpetualang dan bikin konten di sosmed ini sempat bingung dan sedih melihat anak-anak di rumah asuhnya. Apakah program harus dihentikan? karena dibutuhkan biaya yang besar untuk mereka.

Tapi hati kecilnya lebih memilih untuk melanjutkan rumah asuhnya. Ketika kontrakan rumah asuhnya sudah habis, anak-anak ini dibawa tinggal bersama berdampingan dengan anak-anak kandungnya.

Mereka makan makanan yang sama dengan keluarganya dan mendapat pendidikan yang layak. Kegiatan mereka di rumah hanya membantu untuk menjemur pakaian, menyapu rumah dan halaman.

"Anak-anak asuh Sri Chandra Nurlaili.jpeg"
Ketika akhir pekan mereka bisa bercocok tanam yang hasilnya bisa dinikmati bersama. Ibu yang tidak pernah marah baik dengan anak kandung maupun dengan anak asuhnya ini kerap dicibir banyak orang.

Mereka mengganggap hidupnya belum berkelebihan tapi malah berani mengasuh dan membiayai anak orang lain. Tapi dia tidak peduli, sebagai penyintas kanker payudara kesempatan hidup kali ini harus berguna bagi dunia dan akhirat.

Sebagai anak bungsu dari 6 bersaudara, dia menganggap dirinya cuma jembatan bagi orang orang yang ingin berbuat kebaikan bagi kemanusiaan. Biarlah Allah yang menilai semua pahala dari semua kerja kerasnya selama ini.

Semangat buat Ummi Iis semoga lancar dan lebih banyak lagi donatur yang bisa memberikan donasi bagi anak asuhnya. Agar mereka bisa sekolah dan kelak bisa berguna bagi keluarga dan negaranya.

Komentar