Hi Mom...
Sebagai alumni S2 COVID-19😋karena dua kali terpapar Covid jenis Delta dan Omicron, saya menganggap paramedis sebagai garda terdepan itu pahlawan yang menyelamatkan nyawa saya saat pandemi.
Salah satu yang saya anggap pahlawan adalah sukarelawan-sukarelawan di bawah naungan Relawan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 terutama nih sukarelawan medis perempuan bernama Ika Dewi Maharani yang bertugas sebagai supir ambulans.
Apalagi Ika satu-satunya sukarelawan medis perempuan. Pastinya dia penuh pertimbangan saat memilih jadi supir ambulans, karena saat itu angka kasus COVID-19 di Jakarta semakin meningkat, sedangkan jumlah petugas ambulans yang kurang memadai.
"Ika Dewi Maharani. Foto: Kontan.co.id.jpeg" |
Mulai hidup di mess
Ika yang berasal dari Maluku Utara mulai tergabung dalam sebuah asosiasi profesi perawat Himpunan Perawat Gawat Darurat dan Bencana Indonesia (HIPGABI).
Waktu itu dia bertugas di rumah sakit Universitas Indonesia, makanya Ika hidup di mess yang disediakan BNPB.
Awalnya dia menangani pasien di rumah sakit dan menjadi hal biasa bagi Ika. Hingga suatu ketika harus jadi supir ambulans mengantarkan pasien ke rumah sakit dan menjadi pengalaman pertama dalam hidupnya.
Ternyata jadi supir ambulans tidak semudah yang kita bayangin. Ika memberi contoh saat dia lewat dan membunyikan sirine kadang orang-orang di sekitar kita tidak peka untuk memberikan jalan buat kita karena kita mengangkut pasien.
Untung tidak semua orang seperti itu, ada juga orang dengan penuh kesadaran memberikan jalan, jadi kita tetap dengan cepat membawa pasien dari rumah ke rumah sakit.
Bertugas saat COVID-19
Nah ini jadi tantangan tersendiri bagi lulusan salah satu universitas di Surabaya ini, karena mengantarkan pasien dalam pengawasan (PDP) atau pun pasien positif COVID-19 membuat Ika berisiko besar terinfeksi virus corona.
"Ika Dewi Maharani. Foto: 11th SATU Indonesia Award.jpeg" |
Apalagi cara ini tidak hanya agar dirinya aman, tapi juga membuat pasien tetap aman dan selamat. Tapi jangan salah biarpun sudah mengenakan APD, Ika mengaku perasaan takut ada dalam dirinya.
Tapi semangat kemanusiaan yang dia rasakan jauh lebih tinggi. Namanya juga manusia rasa takut pasti ada, cuma dia melihat ini adalah tugas mulia sebagai relawan medis.
Istilahnya mereka harus menangani pasien dari awal sampai akhir pasien itu kembali sehat. Saat covid kitakan dianjurkan untuk menjaga imunitas tubuh sebagai cara untuk melawan virus corona, hal ini juga yang dilakukan Ika.
Misalnya saat sedang menjalani shift 12 jam yang dia jalani, Dia selalu menyempatkan diri untuk makan teratur dan istirahat yang cukup. Kebayang kalau semua itu dilanggar, bisa-bisa dia tepar dan terpapar.
Yang penting makan sehari harus tiga kali, ditambah dengan multivitamin dan susu. Sebisa mungkin kalau Ika dapat shift pagi dari jam 7 sampai jam 7 malam, sebelum bertugas harus makan dulu. Pokoknya di sela-sela bertugas harus makan.
Waktu itu Ika beranggapan ini merupakan usaha terbaiknya mengabdikan dirinya sebagai sukarewalan COVID-19, karena dia berharap pandemi tersebut dapat segera berakhir.
"Foto: 11th SATU Indonesia Award.jpeg" |
Sempat tidak dapat restu orangtua
Siapa yang menyangka kalau pekerjaan yang dilakukan Ika Dewi Maharani Saat Covid baru mulai ternyata bisa banyak membantu pasien yang terpapar, bahkan orangtua sempat tidak memberikan restu kepada dirinya.
Restu yang saat itu tidak akan mungkin diberikan orangtua "manapun" pada anaknya untuk menjadi relawan tenaga kesehatan COVID-19.
Menurut cerita Ika saat itu larangan tidak hanya sekali tapi sampai dua kali. Orangtuanya enggak setuju, tapi karena Ika sudah sempat pesan tiket kereta untuk ke Jakarta, jadi mau gak mau Mamanya kasih restu untuk berangkat jadi relawan di sana.
"Ika Dewi Maharani. Foto: WA Pribadi.jpeg" |
Tapi karena kondisi belum pulih malah tambah tinggi angka pasien yang terpapar, dia pun diminta untuk kembali ke Jakarta dan menjadi relawan di RS Duren Sawit, Jakarta Timur.
Kali ini Ika pakai trik lain, setelah berangkat ke Jakarta, baru deh bilang ke Mama. Alasannya waktu itu (tahun 2020) COVID-19 menjadi yang paling parah, bahkan sampai ada antrian ambulans segala.
Mamanya tetap melarang dong pastinya, Ika disuruh belajar saja apalagi sebelumnya sudah bertugas di rumah sakit. Sayangnya karena waktu itu Ika sudah di Jakarta dan kuliah masih berjalan secara online, mau gak mau Mamanya setuju deh.
Semoga nih banyak anak muda yang punya semangat untuk membantu sesama, gak kenal takut tapi tetap penuh perhitungan tentunya. Demi masa depan Indonesia.
Salut ya dengan mereka semua yang menjadi garda depan ini. ❤️❤️. Aku sendiri mungkin ga akan mau mba, Krn mengingat resiko. Ga mudah untuk menjadi sukarelawan yg terjun langsung ke lapangan.
BalasHapusLayaaak banget mba Ika ini mendapat award Astra. Perjuangan begini ga semua orang bisa lakuin dengan ikhlas soalnya
Betul banget mba, mereka - mereka yang bertaruh nyawa untuk orang lain layak diapresiasi. semoga banyak orang-orang seperti ini ya
Hapus