Hi Mom...
Bagi para ibu yang sudah pernah hamil dan melahirkan pasti pernah merasakan betapa tidak enaknya saat mengalami kaki bengkak karena tensi naik atau bahkan jadi eklamsia akibat terjadi komplikasi karena darah tinggi.
Banyaknya kejadian seperti ini hingga mengakibatkan kematian ibu dan bayi paling sering karena masalah telat dibawa ke rumah sakit.
Seperti yang terjadi di kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur berpenduduk 257.785 jiwa (2020) itu, sarana dan fasilitas transportasi masih sangat minim. Sepeda motor menjadi sarana transportasi andalan di wilayah itu.
Angkutan umum seperti mobil bak terbuka dan truk, hanya ada di hari pasaran yaitu saat mereka menjual bahan kebutuhan pokok di pasar. Apabila ada pasien sakit dan perlu segera mendapat pertolongan, tidak bisa dibawa segera hari itu. Pasien harus menunggu hari pasaran.
Adalah lelaki bernama Mansetus berinisiatif membuat terobosan untuk mengatasi persoalan tersebut. Lewat program Manajemen Sarana Transportasi Pengolahan Kerusakan Minimum (Zero Breakdown Motor cycle).
"Mansetus 1 (Foto: milik Mansetus).jpeg" |
"Mansetus 2 (foto: Jayakartanews.com).jpeg" |
Ide tersebut muncul sebetulnya juga dari pengalaman masa kecilnya yang melihat teman-temannya di desa Lewoleba meninggal karena diare. Padahal diare itukan bukan penyakit yang tidak ada obatnya, tapi disebabkan keterbatasan fasilitas dan akses kesehatan bagi warga desa.
Begitupun dengan tingginya kematian bayi dan ibu melahirkan yang umumnya karena perdarahan (eklamsia). Bayangin saja dalam satu minggu petugas kesehatan hanya berkunjung satu, jadi cukup lama kan warga desa harus menahan sakit saat menunggu kunjungan berikutnya.
Mansetus mendirikan YKS (yayasan Kesehatan untuk Semua) dan membeli 13 sepeda motor untuk bidan desa dan petugas kesehatan di lima kecamatan di Flores Timur.
Mansetus juga memikirkan untuk merawat sepeda motor tiap perjalanan 2000 kilometer, dia sediakan sebuah bengkel. “Agar selalu siap beraksi dalam kondisi darurat. Senyum mereka adalah kebahagian kami,” kata Mansetus.
Bukan tanpa sebab Mans membuat bengkel, karena justru bengkel motor milik yayasan YKS ini yang menghasilkan dana segar untuk biaya operasional yayasan termasuk sumber gaji personil.
Mansetus tidak sendirian untuk membuat program ini, dia menjalin hubungan dengan Simon Millward, seorang pengelana asal Inggris. Simon yang gemar berkeliling ke sejumlah negara juga menggalang dana untuk disumbangkan bagi kalangan tidak mampu. Simon memberi Mansetus 11 sepeda motor pada 2002 sebagai modal awal.
Modal awal ini membuat Mans, panggilan Mansetus, bersemangat mengumpulkan anak-anak muda, untuk latihan bersepeda motor membawa para bidan desa dan paramedis, agar trampil dan gesit melayani warga di wilayah sulit.
"Ambulans YKS (foto: milik Mansetus, Jayakartanews.com).jpeg" |
Terungkap bahwa banyak ibu dan bayi meninggal karena terlambat dirujuk ke pusat-pusat pelayanan kesehatan gara-gara petugas telat datang menolong karena begitu minim sarana transportasi.
Lewat YKS, sepeda motor itu dipinjampakaikan kepada bidan dan tenaga kesehatan yang semuanya pegawai negeri sipil. Sebagai aturan main YKS dan pemegang sepeda motor harus menerapkan sistem pengelolaan kerusakan minimal. Maksudnya, sepeda motor itu harus diservis secara berkala.
Dengan cara ini, sepeda motor selalu siap pakai selama 24 jam. Perawatan dan penggantian suku cadang ditangani montir dan bengkel milik YKS. Adapun biaya pelayanan dan pembuatan surat izin mengemudi (SIM) ditanggung pemegang sepeda motor.
Pemegang sepeda motor juga diberi pelatihan montir dasar agar bisa menangani sendiri jika motor mengalami kerusakan kecil. Dengan perlakuan demikian, para pemakaian sangat terbantu ketika menjalankan tugasnya di lapangan.
Setelah 13 tahun Program YKS berjalan
Mans yang lahir pada 5 Januari 1976 di Lewoleba, Kabupaten Lembata itu bersama bidan dan petugas kesehatan, empat kali seminggu, turun lapangan untuk kegiatan penyuluhan, posyandu, pemeriksaan ibu hamil dan bayi, imunisasi, serta mendistribusikan obat-obatan dengan menggunakan sepeda motor.
Setelah program YKS bersama bidan, tenaga kesehatan, dan kader kesehatan berjalan selama 13 tahun, hasilnya mulai terlihat. Hal ini terindikasi dari empat kecamatan yang kondisi kesehatan penduduknya terburuk.
Selama Januari sampai awal Desember 2015, tidak ditemukan lagi kasus kematian ibu melahirkan dan kematian bayi. Kondisi ini amat berbeda dengan yang terjadi pada tahun 2000 saat ada 25 kasus kematian ibu, 77 kematian bayi, dan 97 kasus kematian anak.
Inisiatif yang dilakukan Mansetus ini terbukti mampu menyelamatkan nyawa hanya dengan menyewakan sepeda motor. Bahkan saat ini sudah ada juga ambulans laut untuk rujukan cepat antar pulau.
"Ambulans Laut (Foto: dok.YKS).jpeg" |
Dengan adanya fasilitas ini memungkinkan pasien rujukan merasa nyaman selama di perjalanan. Selain itu ambulans laut juga memangkas waktu tempuh jadi pasien bisa mendapat penanganan medis, dampak nyatanya terlihat dari angka kematiannya berkurang.
Bahagia rasanya bisa menyelamatkan banyak nyawa dan karena perannya itu, Mansetus yang juga masih menyempatkan diri menjadi petani jagung, membuka warung kecil-kecilan dan penulis lepas di beberapa media tercatat sebagai penerima “SATU Indonesia Award” 2010 dari PT Astra International Tbk.
Semoga ya banyak orang seperti Mansetus yang tidak hanya peduli tapi juga mengambil langkah nyata untuk membantu sesama.
"Mansetus yang welcome di wwcr lewat WA.jpeg" |
Seneeeng banget bacanya. Masih ada orang yg mikirin orang lain seperti mansetus ini. Memang angka kematian di daerah terpencil masih tinggi, Krn terbatasnya akses dan tenaga medis. Jadi kalo ada orang yg perhatian utk hal begitu, dan mau mengusahakan hal begini, saluut banget. Semoga aja rezekinya juga banyak ngalir Krn kepeduliannya terhadap sesama ya mba.
BalasHapusiya mba, kita merasakan kalau sakit gak bisa berobat rasanya gimana gitu, apalagi ini sudah gak ada biaya, rumah sakit juga jauuuh. semoga banyak yang berbuat baik untuk sesama seperti ini
Hapus