Masih ingatkah ketika kecil dulu kita punya impian untuk sekolah apa atau kerja dimana? saya masih ingat sedikit, jadi dokter atau pramugari, kadang hanya ikut-ikutan teman, bahkan tidak tahu maksudnya apa.
Tapi impian untuk menikah saya baru mendengar ketika sudah SMA. Kala itu ada teman yang mengatakan umur 25 tahun nanti ada pacar atau tidak harus menikah, waktu itu sih kita yang mendengar hanya tertawa, kok ada sih yang kepikiran seperti itu.
Apalagi kalau ada yang bilang kepinginnya sih menikah di pantai, di Bali, seperti Cinderela bla...bla....aduuuh tidak pernah terfikir oleh saya.
Mungkin karena melihat ada beberapa perceraian di keluarga besar ibu saya, yang sebagian besar penuh drama, membuat saya tidak nyaman. Makanya ketika menemukan yang klik, sabar dan agamanya baik, plus (ini yang penting) berani mengajak saya menikah, barulah keinginan terpendam saya buka ke calon suami.
Saya minta kalau bisa sih satu anak saja, saya takut tidak bisa berlaku adil kalau anak lebih dari satu (itu yang saya rasakan di rumah orang tua saya). Apalagi saya tidak suka rumah berantakan kalau anaknya banyakπ.
Untungnya calon suami saya setuju (kebetulan kami satu kantor dan kemudian jadi sahabat selama 2,5 tahun sebelum jadi pacar). Karena semua serba mahal termasuk pendidikan, dan ketika nanti anak saya harus menempuh pendidikan, pastinya akan terasa sekali.
Sebenarnya saya juga tidak mau mengulang pengalaman masa kecil yang selalu menunggu giliran bila ingin sesuatu, atau bahkan tidak dikabulkan karena ada hal lain yang lebih penting, penyebabnya hanya satu, kami 6 bersaudara semua kebutuhan harus dipenuhi.
Sepertinya kami hitung-hitungan sekali ya, padahal sih tidak juga, saya lagi senang-senangnya liputan di lapangan dan karena tidak punya keluarga yang tinggal di rumah yang bisa mengawasi asisten rumah tangga untuk mengasuh anak saya, akhirnya saya memutuskan berhenti kerja.
Nah kalau anaknya banyak, bisa-bisa saya yang tidak sabaran ini, tidak fokus mengasuhnya, yang penting berkualitas ketimbang mikirin kuantitas kan.
Soal keluarga berkualitas saya seperti mendapat dukungan yang besar dari BKKBN. ketika saya mengikuti Talkshow Blogger bersama BKKBN menyambut hari keluarga nasional tanggal 15 Mei 2018 lalu, berlokasi di museum Penerangan TMII.
Salah satu pembicaranya Eka Sulistya Ediningsih, Direktur Bina Keluarga Remaja BKKBN, menjelaskan keluarga yang sehat jasmani dan rohani, sejahtera dan berkualitas merupakan fondasi untuk terwujudnya bangsa yang maju, kuat dan tangguh.
Wah sepertinya kami dulu secara tidak sadar merencanakan dan ingin mewujudkan keluarga ideal seperti ini. Eka menambahkan tujuan berkeluarga itu untuk mewujudkan kesejahteraan lahir bathin dan akan lebih berkualitas bila hidup dalam lingkungan yang sehat.
Hari keluarga Nasional - BKKBN
π π π π π
Saya minta kalau bisa sih satu anak saja, saya takut tidak bisa berlaku adil kalau anak lebih dari satu (itu yang saya rasakan di rumah orang tua saya). Apalagi saya tidak suka rumah berantakan kalau anaknya banyakπ.
Untungnya calon suami saya setuju (kebetulan kami satu kantor dan kemudian jadi sahabat selama 2,5 tahun sebelum jadi pacar). Karena semua serba mahal termasuk pendidikan, dan ketika nanti anak saya harus menempuh pendidikan, pastinya akan terasa sekali.
Sebenarnya saya juga tidak mau mengulang pengalaman masa kecil yang selalu menunggu giliran bila ingin sesuatu, atau bahkan tidak dikabulkan karena ada hal lain yang lebih penting, penyebabnya hanya satu, kami 6 bersaudara semua kebutuhan harus dipenuhi.
Sepertinya kami hitung-hitungan sekali ya, padahal sih tidak juga, saya lagi senang-senangnya liputan di lapangan dan karena tidak punya keluarga yang tinggal di rumah yang bisa mengawasi asisten rumah tangga untuk mengasuh anak saya, akhirnya saya memutuskan berhenti kerja.
Nah kalau anaknya banyak, bisa-bisa saya yang tidak sabaran ini, tidak fokus mengasuhnya, yang penting berkualitas ketimbang mikirin kuantitas kan.
Soal keluarga berkualitas saya seperti mendapat dukungan yang besar dari BKKBN. ketika saya mengikuti Talkshow Blogger bersama BKKBN menyambut hari keluarga nasional tanggal 15 Mei 2018 lalu, berlokasi di museum Penerangan TMII.
Salah satu pembicaranya Eka Sulistya Ediningsih, Direktur Bina Keluarga Remaja BKKBN, menjelaskan keluarga yang sehat jasmani dan rohani, sejahtera dan berkualitas merupakan fondasi untuk terwujudnya bangsa yang maju, kuat dan tangguh.
Eka Sulistya Ediningsih, Direktur Bina Keluarga Remaja BKKBN |
Hari keluarga Nasional - BKKBN
π π π π π
Ketika diundang (lebih tepatnya sih diundang karena saya daftar hi..hi...) untuk ikutan talkshow ini saya senang sekali, temanya pas buat saya, serunya sebelum acara dimulai, kita menyanyikan lagu keluarga berencana jaman Suharto dulu, jadi dilema, kalau ikut nyanyi ketahuan angkatan berapa, tidak ikut nyanyi, lagunya ngangenin ha...ha.
Tema yang diusung Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN, membangun keluarga berkualitas dengan cinta terencana, sengaja dipilih karena menuju hari Keluarga Nasional tanggal 29 Juni 2018 nanti, BKKBN ingin menghentikan pernikahan anak di bawah umur.
Miris hati ini ketika melihat ada anak dibawah umur menikah, waaah tidak terbayang Nayla anak saya satu-satunya melakukan hal tersebut.
Fiuuuh berat ya, padahal untuk saat ini saja, saya menghadapi anak saya calon remaja berusia 11 tahun, agak kesulitan. Kami kehilangan kesempatan untuk tidur bareng bertiga, karena saat ini dia senang untuk tidur sendiri, baca buku, atau sekadar main handphone dengan kamar terkunci.
Saya yang tidak pernah mengunci pintu ketika masih seumur dia karena kamar harus berbagi dengan kakak perempuan satu-satunya di rumah, merasa kehilangan dan tidak mau terima kenyataan dia mulai kepingin sendiri.
Untungnya saya dapat pencerahan dari pembicara kedua di acara talkshow BKKBN, Roslina Verauli, psikolog anak dan keluarga. Menurut Roslina wajar anak se-usia Nayla kepingin sendiri ketika di rumah, masa dimana dia mulai beranjak dewasa dan kepingin punya kebebasan.
Ah saya seperti tertampar dan sedih, karena kadang saya teriak meminta Nayla membuka pintunya, padahal dia sedang belajar mengenal dirinya sendiri dan senang karena mempunyai kamar sendiri.
Pulang dari talkshow, saya minta maaf sama Nayla karena sering memarahi kebiasaannya sering mengunci pintu kamar. Nayla juga pelan-pelan berubah, dia juga tidak melulu di kamarnya kok, untuk menonton televisi kadang dia di ruang keluarga atau di kamar saya, bahkan tidur siang lebih sering di kamar saya.
Selain itu, kami juga mencoba untuk menguatkan satu sama lain dengan nilai agama di dalam keluarga kecil kami, semoga dengan agama yang kuat, kami bisa tenang melepas Nayla, dimanapun dia mau sekolah dan bekerja nantinya, Aamiin.
Tema yang diusung Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN, membangun keluarga berkualitas dengan cinta terencana, sengaja dipilih karena menuju hari Keluarga Nasional tanggal 29 Juni 2018 nanti, BKKBN ingin menghentikan pernikahan anak di bawah umur.
Miris hati ini ketika melihat ada anak dibawah umur menikah, waaah tidak terbayang Nayla anak saya satu-satunya melakukan hal tersebut.
Karena umur di bawah 20 emosinya masih labil, lebih mengutamakan ego dan emosi, saya saja yang menikah di atas 20 tahun sampai hari kadang masih seperti itu (maaf ya suamiku sayangπ). Belum lagi kondisi kandungan yang belum siap, salah satunya bisa terkena kanker servik, tuh ngerikan.
Pekerjaan rumah buat kami orangtuanya, untuk membentuk generasi ideal yang terencana caranya dengan mengajarkan Nayla tidak menikah dini atau tidak menikah dibawah usia 21 tahun, tidak melakukan seks bebas, dan tidak memakai narkoba.
Pekerjaan rumah buat kami orangtuanya, untuk membentuk generasi ideal yang terencana caranya dengan mengajarkan Nayla tidak menikah dini atau tidak menikah dibawah usia 21 tahun, tidak melakukan seks bebas, dan tidak memakai narkoba.
Fiuuuh berat ya, padahal untuk saat ini saja, saya menghadapi anak saya calon remaja berusia 11 tahun, agak kesulitan. Kami kehilangan kesempatan untuk tidur bareng bertiga, karena saat ini dia senang untuk tidur sendiri, baca buku, atau sekadar main handphone dengan kamar terkunci.
Saya yang tidak pernah mengunci pintu ketika masih seumur dia karena kamar harus berbagi dengan kakak perempuan satu-satunya di rumah, merasa kehilangan dan tidak mau terima kenyataan dia mulai kepingin sendiri.
Untungnya saya dapat pencerahan dari pembicara kedua di acara talkshow BKKBN, Roslina Verauli, psikolog anak dan keluarga. Menurut Roslina wajar anak se-usia Nayla kepingin sendiri ketika di rumah, masa dimana dia mulai beranjak dewasa dan kepingin punya kebebasan.
Roslina Verauli, Psikolog anak dan keluarga |
Pulang dari talkshow, saya minta maaf sama Nayla karena sering memarahi kebiasaannya sering mengunci pintu kamar. Nayla juga pelan-pelan berubah, dia juga tidak melulu di kamarnya kok, untuk menonton televisi kadang dia di ruang keluarga atau di kamar saya, bahkan tidur siang lebih sering di kamar saya.
Selain itu, kami juga mencoba untuk menguatkan satu sama lain dengan nilai agama di dalam keluarga kecil kami, semoga dengan agama yang kuat, kami bisa tenang melepas Nayla, dimanapun dia mau sekolah dan bekerja nantinya, Aamiin.
Amiiin amiiin. Makasih sharingnya mbak, aku jadi tercerahkan. Nanti kalo tiba saatnya anakku beranjak dewasa, aku jadi sudah punya wawasan. :)
BalasHapusAamiin semoga secuil pengalaman saya bisa membantu mba yosa memahami anaknya yg nanti beranjak dewasa ya mba
HapusPola asuh anak cuma satu, harus di ajarkan berbagi dan antri. Biar tidak mau menang sendiri
BalasHapusIya betul mpo ratne itu salah satu bekal pengajaran ke anak ya
Hapus